A. DEFINISI SOLUSIO PLASENTA
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada uterus, sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan masa gestasi di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram. Proses solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang menyebabkan hematoma retroplasenter. Hematoma dapat semakin membesar kearah pinggir plasenta sehingga amniokhorion sampai terlepas, perdarahan akan keluar melalui ostium uteri (perdarahan keluar), sebaliknya apabila amniokhorion tidak terlepas, perdarahan tertampung dalam uterus (perdarahan tersembunyi).
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada uterus, sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan dengan masa gestasi di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram. Proses solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang menyebabkan hematoma retroplasenter. Hematoma dapat semakin membesar kearah pinggir plasenta sehingga amniokhorion sampai terlepas, perdarahan akan keluar melalui ostium uteri (perdarahan keluar), sebaliknya apabila amniokhorion tidak terlepas, perdarahan tertampung dalam uterus (perdarahan tersembunyi).
Penyulit terhadap ibu dalam bentuk:
1. Berkurangnya darah dalam sirkulasi darah
2. Terjadinya penurunan tekanan darah, peningkatan nadi, dan pernafasan
3. Penderita tampak anemis
4. Dapat menimbulkan pembekuan darah
5. Menimbulkan perdarahan postpartum
6. Peningkatan timbunan darah di belakang plasenta yang menyebabkan rahim keras, padat, dan kaku
7. Menyababkan asfiksia ringan sampai kematian janin dalam rahim
2. Terjadinya penurunan tekanan darah, peningkatan nadi, dan pernafasan
3. Penderita tampak anemis
4. Dapat menimbulkan pembekuan darah
5. Menimbulkan perdarahan postpartum
6. Peningkatan timbunan darah di belakang plasenta yang menyebabkan rahim keras, padat, dan kaku
7. Menyababkan asfiksia ringan sampai kematian janin dalam rahim
B. PENYEBAB
SOLUSIO PLASENTA
Solusio plasenta merupakan keadaan gawat kebidanan yang memerlukan perhatian karena penyulit yang ditimbulkan terhadap ibu maupun janin.
Penyebab solusio plasenta :
1. Trauma langsung terhadap uterus hamil
• Terjatuh terutama tertelungkup
• Tendangan anak yang sedang digendong
2. Tindakan kebidanan
• Setelah versi luar
• Setelah memecahkan ketuban
• Persalinan anak kedua hamil kembar
3. Tali pusat yang pendek
• Hamil pada usia tua
• Mempunyai tekanan darah tinggi
• Pre-eklampsi atau eklampsia
• Tekanan vena kava inferior yang tinggi
• Kekurangan asam folik
C. TANDA DAN GEJALA
1.Ibu mengeluh sakit perut yang tiba-tiba, ada kalanya Ibu tidak paham mengenai lokasi rasa nyeri tersebutSolusio plasenta merupakan keadaan gawat kebidanan yang memerlukan perhatian karena penyulit yang ditimbulkan terhadap ibu maupun janin.
Penyebab solusio plasenta :
1. Trauma langsung terhadap uterus hamil

• Tendangan anak yang sedang digendong
2. Tindakan kebidanan
• Setelah versi luar
• Setelah memecahkan ketuban
• Persalinan anak kedua hamil kembar
3. Tali pusat yang pendek
• Hamil pada usia tua
• Mempunyai tekanan darah tinggi
• Pre-eklampsi atau eklampsia
• Tekanan vena kava inferior yang tinggi
• Kekurangan asam folik
C. TANDA DAN GEJALA
2.Perdarah melalui vagina, ada
kalanya terjadi perdarahan hebat berwarna hitam beserta bekuan-bekuan
darah, tetapi tidak jarang ditemukan kasus darah tidak keluar karena
leher rahim masih tertutup
3.Pergerakan janin mulai berkurang dari biasanya, bahkan bisa tidak ada sama sekali
4.Kepala ibu pusing, lemas, mual, muntah, pucat, pandangan berkunang-kunang
5.Ibu gelisah dan sering mengerang kesakitan atau menahan rasa sakit
6.Perut teraba tegang dan keras baik ketika ada mules maupun tidak mules
7. Bagian-bagian janin susah dikenali
8. Denyut jantung janin sulit diketahui, jika terdapat penurunan jumlah
denyutan curigai plasenta sudah terlepas terlalu lama
D.
Gambaran Klinis
1.
Solusio plasenta ringan
Solusio
plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana
terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila
terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit.
Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus menerus.
Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus yang agak
tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin tegang
karena perdarahan yang berlangsung.
2.
Solusio plasenta sedang
Dalam
hal ini plasenta terlepas lebih dari 1/4 bagian, tetapi belum 2/3 luas permukaan Tanda
dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, tetapi
dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak
lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan
pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai
1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang
jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus
teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar
untuk diraba. Jika janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan
pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi,walaupun hal tersebut
lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat
3.
Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas
lebih dari 2/3 permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah
jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal. Uterus sangat tegang
seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai
dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum
sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi
kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal
E.
KOMPLIKASI
a.
Syok perdarahan
Pendarahan
antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak
dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinantelah diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena
kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III . Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah
perdarahan yang terlihat (1,10,17)
b.
Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan
komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena
perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal
yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. (1,2)
c.
Kelainan pembekuan darah
Kelainan
pembekuan darah biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemia.
d.
Apoplexi uteroplacenta (Uterus
couvelaire)
Pada solusio plasenta
yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah perimetrium
kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan
kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau ungu yang
biasa disebut Uterus couvelaire.
Komplikasi yang dapat
terjadi pada janin:
Fetal
distress, Gangguan
pertumbuhan/perkembangan, Hipoksia, anemia,
Kematian
F.
Terapi
1) Solusio plasenta ringan
Bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan. Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilanharus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan
2) Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria. Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan darah. Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria. Apoplexi uteroplacenta tidak merupakan indikasi histerektomi. Tetapi jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka histerektomi perlu dilakukan.
1) Solusio plasenta ringan
Bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan. Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilanharus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan
2) Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria. Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan darah. Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria. Apoplexi uteroplacenta tidak merupakan indikasi histerektomi. Tetapi jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka histerektomi perlu dilakukan.
DAFTAR
PUSTAKA
1) Cunningham, F.
Gary [et.al..]. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC
2) Prawirohardjo,
Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP – SP
3) Gasong MS, Hartono E,
Moerniaeni N. Penatalaksanaan Perdarahan Antepartum. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS; 1997. 3-8.
4) Pritchard JA, MacDonald
PC, Gant NF. Williams Obstetrics, 20th ed. R Hariadi, R Prajitno Prabowo,
Soedarto, penerjemah. Obstetri Williams. Edisi 20. Surabaya: Airlangga
University Press, 2001; 456-70.
5) Brudenell,
Michael. 1996. Diabetes pada Kehamilan. Jakarta : EGC
6) Gray, Huon H
[et.al..]. 2009. Kardiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga
7) Moechtar R. Pedarahan
Antepartum. Dalam: Synopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologis, Edisi II. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998; 279
8)
Chalik TMH. Hemoragi Utama
Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika, 1997; 109-26.